16 MASALAH PUASA
- Niat puasa: (a). Niat disyariatkan
dalam puasa Ramadhan, juga puasa wajib lainnya seperti puasa qadha’ dan
dan kaffarat. Dan hendaknya niat itu dilakukan di malam hari, meskipun
beberapa saat sebelum terbitnya fajar. Niat adalah keinginan hati untuk
melakukan suatu perbuatan tanpa diikuti dengan ucapan. Orang yang berpuasa
Ramadhan, tidak perlu memperbaharui niatnya setiap malam Ramadhan, tetapi
cukup baginya niat puasa Ramadhan sebulan ketika masuk bulan Ramadhan.
(b). Puasa sunnah mutlak tidak disyaratkan niat sejak malam hari. Adapun
puasa sunnah tertentu (puasa Arafah misalnya), untuk kehati-hatian maka
hendaknya diniatkan sejak malam hari.
- Barangsiapa melakukan puasa wajib
seperti puasa qadha’, nadzar dan kaffarat maka ia harus
menyempurnakan puasanya dan tidak boleh berbuka tanpa udzur. Sedangkan
orang yang puasa sunnah, maka jika dia menghendaki boleh berbuka, meskipun
tanpa uzdur.
- (a). Orang yang tidak mengetahui telah
masuk bulan Ramadhan kecuali setelah terbit fajar maka hendaknya ia
menahan dari makan dan minum pada hari itu, lalu mengqadha’nya pada hari
lain. Demikian menurut jumhur (mayoritas) para ulama. (b). Orang
yang dipenjara atau ditawan , jika mengetahui masuknya bulan Ramadhan
dengan menyaksikan atau mendengar berita dari orang yang terpercaya maka
ia wajib berpuasa. Jika tidak, maka hendaknya ia berijtihad sendiri dan
melakukan apa yang paling kuat menurut dugaannya.
- Berbuka dan menahan diri (puasa): (a).
Bila seluruh matahari telah tenggelam maka itulah waktu berbuka bagi orang
yang berpuasa. Dan tidak ada pengaruhnya warna merah yang masih tampak di
ufuk. (b). Jika fajar telah terbit, maka orang yang berpuasa wajib menahan
diri (dari makan dan minum serta yang membatalakan puasa) seketika, baik
mendengar adzan atau tidak. Adapun menahan diri --sebagai bentuk
kehati-hatian—sebelum fajar sekitar 10 menit (padahal masih membutuhkan
makan dan minum) maka hal itu tidak dibenarkan. (c). Negeri yang malam dan
siangnya sepanjang 24 jam maka bagi umat Islam di dalamnya wajib berpuasa,
meskipun siangnya lebih lama dari malamnya.
- Yang membatalkan puasa: (a). Seseorang
yang membatalkan puasanya –selain karena haid dan nifas- tidak dikatakan
membatalkan puasanya kecuali dengan tiga syarat: 1- Hendaknya dalam
keadaan mengerti, tidak bodoh; 2-Dalam keadaan ingat, bukan sedang lupa;
3-Dengan keinginan sendiri, bukan dipaksa. Adapun yang termasuk pembatal
puasa adalah bersetubuh, sengaha muntah, ihtijam (bekam) serta
makan dan minum dengan sengaja. (b). Termasuk pembatal puasa yang semakna
dengan makan dan minum adalah obat-obatan atau serbuk yang ditelan melalui
mulut, suntikan yang mengenyangkan, demikian juga transfusi darah. Adapun
suntikan yang bukan pengganti makan atau minum maka, tetapi untuk
pengobatan, maka hal itu tidak membahayakan puasanya, membersihkan ginjal
juga tidak membatalkan puasa. Dan menurut pendapat yang kuat, obat tetes
mata dan telinga, mencopot gigi serta mengobati luka, tidaklah membatalkan
puasa. Demikian pula dengan mengambil darah untuk diagnosa tidak membatalkan
puasa. Obat tenggorokan selama tidak ditelan juga tidak membatalkan.
Barangsiapa menambal giginya lalu mendapatkan rasa mint (sejuk)
atau lainnya maka hal itu tidak membatalkan puasanya. (b) . Barangsiapa
makan atau minum pada siang hari bulan Ramadhan tanpa uzdur maka dia telah
berbuat dosa besar, ia harus tobat dan mengqadha’ (mengganti) puasanya.
(c). Jika ia lupa lalu makan dan minum maka hendaknya ia tetap melanjutkan
puasanya, karena itu merupakan karunia dari Allah. Jika melihat orang yang
makan dan minum karena lupa maka ia harus mengingatkannya. (d).
Barangsiapa membutuhkan berbuka untuk menolong orang yang mau binasa maka
hendaknya ia berbuka dan mengqadha puasanya.
- (a). Barangsiapa menyetubuhi isterinya
pada siang hari Ramadhan dengan sengaja dan tanpa dipaksa maka dia telah
merusak puasanya. Ia wajib bertobat dan melanjutkan puasanya pada hari itu
serta wajiba mengqadha’ dan membayar kaffarat mughallazhah (denda
berat). Dan hal yang sama juga berlaku hukumnya pada orang yang berzina,
melakukan homoseksual atau menyetubuhi binatang. (b). Jika ia berkeinginan
menyetubuhi isterinya dengan berbuka terlebih dahulu dengan makan atau
minum maka dosanya lebih besar, sebab ia telah mencemarkan kesucian
Ramadhan dua kali, yakni dengan makan dan bersetubuh. (c). Seorang suami
yang mencium, bermesraan, berpelukan, bersentuhan dan memandang
berkali-kali terhadap isterinya, jika bisa mengendalikan nafsunya adalah
dibolehkan, tetapi jika ia orang yang mudah terangsang birahinya maka hal
itu tidak dibolehkan. (d). Jika ia sedang menyetubuhi isterinya tiba-tiba
fajar (terdengar adzan) maka ia harus sengera menyudahinya. Puasanya tetap
sah, meskipun ia mengeluarkan mani setelah menyudahinya. Jika ia masih
tetap menlanjutkannya padahal fajar telah terbit maka berarti ia telah
berbuka, dan karenanya ia wajib tobat, mengqadha’ puasanya dan membayar kaffarat
mughallazhah.
- (a). Jika pagi hari ia dalam keadaan
junub, mka hal itu tidak membatalkan puasanya. Ia boleh mengakhirkan mandi
jari junub, haid dan nifas hingga setelah terbit fajar, tetapi ia harus
bersegera sehingga mendapatkan shalat Shubuh berjamaah. (b). Jika orang
yang puasa mimpi dengan mengeluarkan mani hal itu membatalkan puasanya
menurut ijma’ (kesepakatan) ulama, dan ia tetap wajib melanjutkan
puasanya. (c). Barangsiapa mengeluarkan mani pada siang hari bulan
Ramadhan dengan sesuatu yang mungkin dijaga, seperti menyentuh atau
memandang yang berulang-ulang maka ia wajib tobat kepada Allah dan menahan
diri dari makan dan minum pada sisa harinya, lalu ia wajib mengqadhanya
pada hari lain.
- Barangsiapa muntah tanpa sengaja maka
tidak wajib mengqadha’ puasanya tetapi, barangsiapa muntah dengan sengaja
maka ia wajib mengqadhanya. Adapun mengunyah permen karet manis atau ada
rasa lain maka mengunyahnya adalah haram. Jika ada sesuatu yang yang masuk
ke tenggorokannya karenanya maka batal puasanya. Adapun dahak atau ingus,
jika ia tertelan sampai di mulut maka tidaklah membatalkan puasa, jika ia
telan setelah sampai di mulut maka menjadi batal puasanya. Adapun
mencicipi makanan tanpa diperlukan hukumnya makruh.
- Siwak hukumnya sunnah bagi orang yang
puasa pada sepanjang siang hari
- Sesuatu yang terjadi pada orang puasa
seperti luka, mimisan, masuknya air cairan lain ke tenggorokannya tanpa
sengaja maka hal itu tidak merusak puasa. Demikian pula halnya meminyaki
rambut atau kumis atau mencium wangi-wangian.
- Merokok adalah salah satu yang
membatalkan puasa. Dan ia tidak boleh menjadi sebab sehingga sesorang
meninggalkan puasa.
- Berendam di dalam air atau berselimut
dengan kain yang dibasahi untuk mendapat kesejukan tidaklah mengapa bagi
orang yang berpuasa.
- Jika seseorang makan, minum atau
menyetubuhi isterinya karena mengira waktu masih malam, tetapi ternyata
telah terbit fajar maka ia tidak berdosa dan tetap melanjutkan puasanya.
- Jika ia berbuka karena mengira
matahari telah tenggelam padahal belum, maka menurut jumhur ulama
ia wajib mengqadha puasanya.
- Jika telah terbit fajar seorang
dimulutnya masih ada makanan atau minuman maka para fuqaha (Para
Ahli Fiqih) sepakat bahwa ia harus memuntahkannya dari puasanya sah.
- Hukum puasa wanita: (a). Jika wanita
melihat lendir putih dan dia tahu bahwa dia telah suci maka ia wajib
meniatkan puasa sejak malam. Jika ia tidak mengetahui tentang status
kesuciannya maka hendaknya dia mengusapnya dengan kapas atau sejenisnya.
Jika kapas itu dikeluarkan dalam keadaan bersih maka ia berpuasa. Dan
seorang wanita haid atau nifas, jika darahnya berhenti pada malam hari
lalu niat puasa, kemudian terbit fajar sebelum mandi maka menurut segenap
ulama, puasanya adalah sah. (b). Wanita yang mengetahui bahwa kebiasaan
haidnya adalah besok misalnya, maka ia tetap harus tetap dalam niat puasa,
dan tidak boleh berbuka sampai ia melihat darah. (c). Yang paling utama
bagi wanita haid adalah menerima sunatullah pada dirinya, ridha dengannya
dan tidak mencari jalan untuk menghentikan haid pada bulan ramadhan. (d).
Jika wanita hamil keguguran, dan janinnya telah berbentuk maka ia dalam
keadaan nifas dan tidak boleh berpuasa. Jika belum berbentuk maka ia
adalah darah istihadhah (penyakit) dan wajib berpuasa jika ia
mampu. Orang yang nifas jika telah suci sebelum 40 hari maka ia niat puasa
dan mandi untuk shalat. Dan jika lebih dari 40 hari maka ia niat puasa dan
mandi serta darah yang keluar dianggap darah istihadhah. (e).
Pendapat yang kuat dengan meng-qiyaskan orang hamil dan menyusui
dengan orang sakit. Keduanya boleh berbuka dan tidak ada kewajiban selain
qadha, baik tidak puasa karena takut terhadap dirinya atau terhadap anak
yang dikandungnya. (f). Perempuan yang wajib puasa jika disetubuhi oleh
suaminya pada siang hari Ramadhan dengan kerelaannya maka hukum baginya
adalah sama dengan hukum suaminya. Tetapi jika ia dipaksa maka is harus
berusaha menolaknya, dan ia tidak wajib membayar kaffarat
karenanya.
(Dinukil dari 70 Mas-alatan fish Shiyam, Syaikh Muhammad Salih Al-Munajjid)
No comments:
Post a Comment